Pencuri yang
Berulang Tahun
Tik...tik… tik… Aku
memandang hujan yang turun dengan dengan
derasnya dari dalam rumah. Aku melamun di sisi jendela dan memandang air hujan
yang membasahi jalan dan taman rumahku. Saat melamun, tiba – tiba terlintas
dipikiranku tentang kejadian yang mengharukan yang aku alami dua tahun yang
lalu, tepatnya waktu aku kelas VII…
Mentari
mulai memancarkan sinarnya, aku masih tertidur dengan pulas. Dalam tidurku, aku
seperti mendengar ada seseorang yang memanggil namaku. Setelah ku cermati suara
itu, ternyata suara tersebut tidak asing dalam telingaku. Tiba - tiba ada yang
menggoyang - goyangkan tubuhku. Dari semua kejadian itu dapat kusimpulkan bahwa
suara itu, dan orang yang menggoyang - goyangkan tubuhku adalah ibuku.
“Shodiq…
Bangun.. shalat subuh dulu… sudah jam 05.30” tutur ibuku sambil menggoyang -
goyangkan tubuhku.
“Hoam…
iya, iya..” jawabku sambil melihat ke arah jam dinding yang ada di depanku.
Terpaksa
aku harus meninggalkan singgah sanaku (tempat tidurku) sebentar, aku langsung
menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setalah selesai mengambil air
wudhu, aku pun melaksanakan shalat subuh.
“Tidur
lagi ah… masih ngantuk juga..” keluhku setelah selesai shalat dan kembali ke
singgah sanaku.
Waktu
menunjukkan pukul 10.00 aku pun bangun dan melihat jam, tetapi karena masih jam
segitu aku pun tidur lagi.
“Masih
jam 10.00 ini, tidur lagi ah…”
Waktu
terus berjalan, kali ini waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 dan aku pun harus
mengakhiri aktivitas terenak ini. Suatu hal yang menyedihkan, harus
meninggalkan singgah sana tercinta. Aku langsung mandi dan mempersiapkan diri
untuk menuntut ilmu di sekolah. Setelah semua siap, aku pun berpamitan kepada
orang tuaku untuk pergi kesekolah. Kulangkahkan kakiku keluar dari rumah
bersama dengan do’a restu dari orang tuaku.
“Mah,
Bah, berangkat dulu. Assalamualaikum..” sambil mencium tangan kedua orang
tuaku.
Aku
menunggu kendaraan favoritku di depan rumah sambil berharap “Semoga hari ini
menjadi hari yang mengesankan.”
Beberapa
menit kemudian kendaraan favoritku akhirnya datang. Aku langsung naik dan duduk
sambil memperhatikan sekitar selama perjalanan menuju sekolah.
Setiba
di sekolah, aku berlari menuju koridor di depan kelasku yaitu kelas VII-9.
Disana, teman - temanku ternyata sudah banyak yang datang. Bel tanda pulang
untuk anak pagi berbunyi. Aku dan temanku - temanku bersiap - siap untuk masuk ke
kelas. Ku taruh ranselku di tempat dudukku, dan aku langsung menuju ke masjid
untuk melaksanakan shalat zuhur karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.00.
Selesai shalat tepatnya pukul 12.30, bel tanda masuk berbunyi. Salah satu
guruku yaitu Pak Wawan seperti biasa memberitahukan “Bel tanda masuk sudah
berbunyi, silahkan kalian masuk ke kelasnya masing – masing. Pastikan pakaian
bersih dan di kelas juga bersih”.
Jam
pelajaran pertama dan kedua yaitu pelajaran IPS – Ekonomi. Guru yang
mengajarkan pelajaran tersebut yang bernama Bu Zurnayeta sudah datang. Ketua
kelas mulai mempersiapkan diri untuk berdoa. setelah selesai berdoa kami pun mulai belajar tentang perekonomian.
Bu Yeta ini sering memberikan catatan yang dia tulis di papan tulis. Karena tempat
dudukku yang letaknya paling belakang, aku menjadi bosan melihat tulisan di
papan tulis yang ukurannya bisa dibilang kecil banget, sehingga aku ngobrol
bersama teman sebelahku yaitu Fatimah. Kami pun mengobrol (bercakap-cakap) dan
bercerita sampai pelajaran Bu Yeta hampir habis. Tiba – tiba, Bu Yeta
memanggilku untuk maju ke depan.
“Mungkin
karena aku ngobrol terus kali ya?” fikirku dalam hati.
Hatiku
serasa ingin copot, karena takut dihukum. Sebenarnya memang salahku kenapa
ngobrol saat guru sedang menerangkan pelajaran. Anehnya, aku tidak dihukum, Bu
Yeta lalu bertanya kepada teman - temanku.
“Siapa
yang belum mengucapkan selamat ulang tahun kepada Shodiq?” ucapnya dengan
lantang.
“Oiya,
ya, hari ini aku kan ulang tahun. Kok Bu Yeta bisa tahu sih?” tuturku dalam
hati.
Satu
per satu temanku maju kedepan untuk mengucapkan selamat kepadaku.
Beberapa
temanku yaitu Fatimah, Bagoes, Aji dan yang lain mengucapkan “Shodiq, selamat
ulang tahun ya.. semoga panjang umur, dan sehat selalu” sambil menjabat
tanganku.
“Terima
kasih teman-teman sudah mengucapkan selamat kepadaku. Dan tak lupa ku ucapkan
terima kasih sebanyak – banyaknya kepada Bu Yeta yang telah mengucupkan selamat
kepadaku.”
Jam
pelajaran kedua pun selesai, guru dan pelajaran yang diajarkan pun berganti.
Pada jam pelajaran ketiga dan keempat adalah pelajaran B. Indonesia. Guru yang
mengajarkan pelajaran ini adalah Bu Nur Yeni. Sebagian besar teman - temanku
termasuk aku akan bosan dengan pelajaran ini, karena beberapa faktor. Aku
sendiri masih bingung kenapa setiap Bu Nur Yeni masuk ke kelas, anak - anak
pasti pada malas dan bosan. Waktu terus berlalu, berlalu, dan berlalu. Hingga
bel pergantian jam pelajaran berbunyi.
“Akhirnya,
pelajaran Bu Yeni selesai juga..” tutur salah satu temanku.
“Oiya,
ya, kamu bawa Al-Qur’an tidak?” tanya Timeh kepadaku.
“Bawalah…
ntar kalau tidak bawa di denda tau.” jawabku.
Kami
mulai mengeluarkan Al-Qur’an dan Juz Amma kami masing - masing, dan anak
perempuan mulai mengenakan kerudung mereka. Beberapa menit kemudian guru agama
ku datang. Guru agama ku bernama Bu Dewi Susanti. Pada saat dia menerangkan
sesuatu, aku selalu faham dan mengerti. Mungkin aku mudah mengerti karena yang
mengajarkan pelajaran ini tuh cantik, baik, kulitnya putih, gampang berbaur
dengan muridnya dan lain - lain. Aku pun bertanya kepada Fatimah apakah ucapan
ku ini memang benar.
“Meh,
menurut kamu Bu Dewi itu cantik, baik, seru, dan gaul nggak?” tanyaku
penasaran.
“Iya
lah… Bu Dewi itu menurutku perfect deh…” jawabnya dengan
lantang.
“Ternyata
memang benar Bu Dewi banyak disukai sama murid - muridnya.” Tuturku dalam hati.
Kami
pun mulai membuka Al-Qur’an dan membacanya bersama - sama. Setelah membaca
Al-Qur’an, kami ditugaskan untuk menghafal Surat Al-Adiyat. Tidak terasa, waktu
pelajaran kelima ini 10 menit lagi akan usai.
Tidak berapa lama kemudian bel tanda istirahat
pun berbunyi. Aku bersama teman - temanku segera pergi ke masjid untuk
melaksanakan shalat ashar. Setelah shalat ashar, aku pun berpisah dengan teman
- temanku. Aku pergi ke kelas, sedangkan teman - temanku pergi ke kantin. Saat
aku melihat kelas lewat jendela, aku merasakan ada yang aneh. Aku melihat
Fatimah dan temannya seperti memasukkan sesuatu ke dalam ranselku. Tetapi, aku
tidak mau berprasangka buruk kepada mereka. Salah satu temannya melihat
kedatanganku, dia dan temannya langsung berpura – pura mengobrol sambil
menyantap makan mereka.
“Kok
tumben pada makannya di sini? Biasanya pada di luar.” tanyaku heran.
“Memang
kenapa nggak boleh?” Timeh menjawab.
“Nggak
apa – apa sih… tapi, tumben pada disini?” tanyaku lagi.
Aku
langsung mengambil bekalku dan terpaksa ku santap bekalku di tempat lain.
Sebenarnya sih sama saja menyantap makan di tempatku sendiri atau di tempat
duduk temanku. Tidak berapa lama kemudian, bel tanda pelajaran keenam berbunyi.
Anak – anak satu per satu mulai memasuki kelas. Bu Dewi pun juga sudah masuk ke
kelas. Hari ini pelajaran agamanya kan menghafal. Jadi, teman – temanku ada
yang hafalan, ada juga yang sudah hafalan sehingga mereka pada ngobrol. Aku
sendiri karena sudah hafalan, aku ikut ngobrol dengan teman – temanku.
“Kamu
sudah maju Gus?” tanyaku kepada Bagoes.
“Sudah,
kalau kamu dah maju Diq?’ tanyanya.
“Sudah”
jawabku.
Kami
pun ngobrol dengan serunya sampai kelas kami berisik. Suara – suara mencampur
menjadi satu. Ada yang hafalan, ada yang nyanyi, ada yang tertawa, dan masih
banyak lagi.
Tidak
terasa jam pelajaran ketujuh pun berbunyi. Jam ketujuh adalah pelajaran yang
sangat mengasyikkan, karena pelajaran jam ketujuh adalah BK (Bimbingan
Konseling). Guru yang mengajarkan pelajaran ini pun juga mengasyikkan, guru
tersebut adalah Bu Novi. Fatimah dan Lila kemudian menjemput Bu Novi untuk
mengajar di kelas. Beberapa menit kemudian Bu Novi masuk ke kelas.
Pada
awalnya kami semua senang karena mendengar cerita yang disampaikan Bu Novi itu
menarik. Entah kenapa aku tiba–tiba mengenakan topi di dalam kelas. Sehingga Bu
Novi menegurku.
“Shodiq.
Kenapa kamu memakai topi di dalam kelas?!” Tanya Bu Novi agak kesal.
“Nggak
apa – apa, Bu.” Jawabku malu.
“Cari
perhatian kamu?!” tanyanya lagi.
“Nggak
kok Bu.” Jawabku
“Ya
sudah, lepaskan topi mu!”
“Baik
Bu.”
Setelah
menegurku, Bu Novi melanjutkan ceritanya kembali. Tiba – tiba, Bu Novi
menegurku kembali, karena beliau melihat Timeh yang duduk berada di sampingku
gelisah dan resah.
“Shodiq.
Fatimah kenapa itu? Kok kelihatan gelisah?!”
“Saya
tidak tahu Bu”
Kemudian
Bu Novi menuju ke tempat dudukku dan Fatimah. Lalu bertanya.
“Kamu
kenapa Fatimah?”
“Cincin
saya hilang Bu. Padahal cincin itu adalah cincin kesayangan saya. Mungkin ada
yang mencurinya Bu.” Jawabnya sambil menangis.
“Ya
sudah, Ibu akan periksa tas teman kamu satu per satu.”
Satu
per satu ransel diperiksa. Semua ransel teman – temanku sudah diperiksa namun
tidak ada. Kemudian Bu Novi memeriksa ranselku.
Anehnya, cincin itu ditemukan di dalam ranselku. Sontak, aku kaget dan
tidak percaya akan hal itu.
“Ini
cincinmu bukan?” Tanya Bu Novi kepada Fatimah
“Iya
Bu, ini cincin saya.” jawabnya girang (senang)
“Shodiq,
kenapa kamu mengambil cincin kesayangannya Fatimah?!” tanyanya heran.
“Saya
tidak mengambil cincinnya dia Bu.” Jawabku.
“Kamu
jangan bohong Shodiq. Buktinya, cincinnya Timeh ditemukan dari dalam ranselmu.”
“Sumpah
Bu… Saya tidak mencurinya…” jawabku gelisah.
Teman
– temanku mulai berkumpul ke tempat duduknya Fatimah dan mereka semua
melontarkan cacian dan hinaan kepadaku.
“Huuuu,
Shodiq… dasar pencuri…” teriak salah satu temanku yaitu Lesya.
“Aku
nggak nyangka Diq, ternyata kamu yang mencuri…” tuturnya agak kecewa.
“Bukan
aku yang mencuri timeh….” Jawabku
“Nggak
usah bohong deh.. sudah ketahuan, masih nggak mau ngaku lagi..” teriak salah
satu temanku yaitu Lila.
“Bener…
Bukan akuuu…” teriakku.
“Ya
iyalah dia nggak mau mengaku, mana ada sih pencuri yang mengakui kesalahannya”
teriak salah satu temanku yaitu Paras.
Air
mataku tidak dapat kubendung lagi. Aku pun menangis.
“Sumpah…
Buuuukkannnn akuuuuuuuu….” Teriakku kencang sambil menangis.
Aku
menangis sangat kencang sehingga semua pasang mata tertuju padaku. Sebenarnya
sih aku tidak mau nangis, karena mereka sudah menuduhku hingga menyatakan aku
sebagai PENCURI akhirnya akupun menangis juga.
Kemudian
mereka semua menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepadaku. “Selamat… ulang
tahun… kami ucapkan… selamat… panjang umur… kita kan do’akan…. Selamat …
sejahtera… sehat sentosa… selamat… panjang umur dan bahagia…”
Aku
yang sebelumnya nangis hingga terisak – isak, berubah menjadi tersenyum bahagia,
karena semua temanku ternyata sayang dan peduli kepadaku sampai mereka niat
menjahiliku dengan menuduhku sebagai pencuri. Tidak berapa lama menit kemudian
bel tanda pulang berbunyi. Kami pun siap – siap untuk pulang. Sebelum pulang,
teman – temanku meminta maaf dan mengucapkan selamat kepadaku.
“Ya
Allah, engkau ternyata mengabulkan permintaanku. Terima kasih ya Allah.”
Ucapku.
“Walaupun
mereka sudah menjahiliku, aku yakin mereka itu sayang kepadaku, buktinya mereka
berniat menjahiliku di hari ulang tahunku.” ucapku kembali.
Pengalaman
yang ku alami hari ini tidak akan kulupakan sampai kapanpun. Hari ini mungkin
adalah hari yang sangat mengesankan dalam hidupku.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar